Apa layak jika Kota Kepanjen disebut sebagai ”Kota Mati” lantaran tidak memiliki identitas tertentu, selain hanya sebagai sebuah ”tanah air” yang dihuni orang-orang yang sekedar mampir?
Begitulah kiranya kekhawatiran sang penulis terhadap Kepanjen saat ini dan di masa yang akan datang. Kepanjen, kini perlahan-lahan akan berganti menjadi kota metropolitan. Akhir-akhir ini, kemacetan sering terjadi, pun suasana malam tidak lagi dianggap sebagai jam istirahat.
Yang patut disyukuri, Kepanjen memiliki Masjid Agung Baiturrahman sebagai salah satu simbolnya. Keramaian manusia dalam aktivitasnya, setidaknya pada waktu-waktu tertentu akan dibuat tenang oleh suara masjid yang melantunkan seruan.
Ceceran tulisan yang dikumpulkan dalam buku ini menjadi wadah ide dan gagasan untuk menyoroti beberapa hal tentang Kepanjen: dari segi literasi, organisasi, dan peristiwa-peristiwa lain yang pantas didokumentasikan sebelum hilang tersapu masa.
Ulasan
Belum ada ulasan.