Berbicara tentang pendidikan melalui perspektif sosiologi sejatinya tidak terlepas dari sebuah konflik aliran. Dalam perspektif sosiologi pendidikan, secara umum aliran dalam pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu strukturalisme dan humanisme.
Eksistensi aliran strukturalisme dan humanisme dalam dunia dunia pendidikan mengindikasikan ketidakmampuan para praktisi pendidikan dalam membaca realitas yang ada. Sejatinya dalam membaca pendidikan membutuhkan penggabungan kedua aliran tersebut (konvergensi).
Konsepsi pendidikan Ibnu Khaldun merupakan gabungan aliran strukturalisme dan humanisme. Ibnu Khaldun memandang pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi akal-pikiran, sikap dan keterampilan manusia dalam proses belajar. Dari proses ibelajar ini kemudian diyakini terbentuk kompetensi (soft skill), yang akan mengantarkan peserta didik mencapai kematangan dalam rangka mensosialisasikannya sebagai anggota masyarakat sekaligus bermanfaat bagi sistem sosial. Melalui proses pendidikan, manusia dinilai mampu menciptakan realitas sosialnya serta melahirkan ilmu pengetahuan, bahasa dan aturan-aturan untuk membangun suatu peradaban.
Konstruktivisme pendidikan Ibnu Khaldun turut memengaruhi perkembangan konsepsi pendidikan. Bahwa pendidikan tidak hanya membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan dan soft skill, tetapi juga membekali peserta didik dengan akhlak sebagai bekal untuk hidup di akhirat kelak. Kurikulum didesain berdasarkan sifat realistik-materialistik yang tidak mendikotomi pendidikan intelektual maupun praktis, sebagai alat untuk membina potensi peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan, tentunya yang sesuai dengan nilai-nilai kemasyarakatan. Guru berperan sebagai seorang yang diyakini mampu mengantarkan peserta didiknya sebagai subjek pendidikan untuk menguasai kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan dalam proses pembelajaran sehingga dapat bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun masyarakat.