Uncategorized

Tentang ‘Urf dan ‘Adah

Tentang ‘Urf dan ‘Adah

Tentang ‘Urf dan ‘Adah adalah dua istilah yang ada dalam hukum Islam untuk merujuk pada konsep adat atau kebiasaan masyarakat. Meski keduanya sering dikira serupa, ada beberapa perbedaan halus dalam penggunaannya :

1. ‘Urf

Definisi ‘Urf secara harfiah berarti “apa yang dikenal” dan merujuk pada kebiasaan atau adat yang secara luas masyarakat terima dan akui. Ini mencakup kebiasaan yang secara umum masyarakat kenal dan akui sebagai norma sosial dalam komunitas tertentu. Penggunaannya dalam hukum Islam biasanya ‘urf bisa menjadi salah satu dasar untuk menetapkan hukum. Terutama ketika tidak ada dalil yang jelas dari al-Qur’an dan Hadis. Misalnya, dalam masalah muamalah atau interaksi sosial, hukum bisa menyesuaikan dengan ‘urf yang berlaku, asalkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat.

2. ‘Adah

Definisi ‘Adah berarti “kebiasaan” dan merujuk pada perilaku atau praktek yang secara rutin individu atau kelompok tertentu lakukan. ‘Adah bisa merujuk pada kebiasaan pribadi, keluarga, atau komunitas kecil. Penggunaannya seperti ‘urf, ‘adah juga biasanya berguna dalam hukum Islam sebagai pertimbangan dalam menetapkan hukum, terutama dalam masalah yang tidak ada penjelasannyha secara spesifik dalam nash (teks) syar’i. Namun, karena ‘adah sering kali lebih spesifik dan terbatas pada kelompok tertentu, penerapannya bisa berbeda dengan ‘urf yang lebih luas.

3. Korelasi ‘Urf dengan ‘Adah

Dalam pandangan Ibn ‘Abidin, seorang ulama besar mazhab Hanafi, ‘urf dan ‘adah memiliki korelasi yang erat dan sering kali bergantian dalam penggunaannya. Namun, ada nuansa tertentu yang membuatnya membedakan antara keduanya dalam beberapa konteks.

4. Pandangan Ibn ‘Abidin
  • Ibn ‘Abidin mengakui pentingnya ‘urf dalam penetapan hukum (fatwa) ketika tidak ada dalil yang jelas dari al-Qur’an dan Hadis. Beliau berpendapat bahwa ‘urf atau ‘adah yang tidak bertentangan dengan syariat dapat berguna sebagai dalil dalam menetapkan hukum, terutama dalam masalah-masalah muamalah (hubungan sosial) dan urusan duniawi lainnya.
  • Menurutnya, ‘urf bisa mengubah atau menentukan interpretasi suatu teks hukum jika kebiasaan tersebut sudah sangat masyarakat luias terima dan juga kenal. Misalnya, dalam masalah kontrak atau jual beli, interpretasi dan pelaksanaan kontrak bisa menyesuaikan dengan ‘urf yang berlaku.
  • Ibn ‘Abidin juga menekankan bahwa ‘urf harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar dapat diterima sebagai dalil. Syarat tersebut termasuk bahwa ‘urf harus umum (bukan hanya kebiasaan individu atau kelompok kecil) dan tidak bertentangan dengan nash syar’i (teks-teks al-Qur’an dan Hadis).

Dengan demikian, dalam pandangan Ibn ‘Abidin, ‘urf dan ‘adah memiliki peran penting dalam pengembangan hukum Islam, khususnya dalam konteks yang penjelasannya tidak secara eksplisit oleh nash syar’i.

Tentang ‘Urf dan ‘Adah

Tentang ‘Urf dan ‘Adah

Untuk lebih banyak tentang konsep dalil ‘urf, anda bisa membaca buku Konsep Dalil ‘Urf Menurut Pandangan Ibn ‘Abidin. Buku ini bisa anda dapatkan dari Penerbit Literasi Nusantara. Di dalam buku ini, dibahas materi pokok sebagai berikut :

  • Prawacana
  • ‘Urf
  • Biografi Ibn ‘Abidin
  • Konsep Dalil ‘Urf menurut Ibn ‘Abidin
  • Korelasi dan Implementasi Dalil ‘Urf

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *